Tentang Candu

  1. 1.       PENDAHULUAN

Rokok dan alkohol adalah pintu masuk pemakaian narkoba, seperti heroin, ganja, kokain, pil penenang, ekstasi, dan shabu-shabu. Penyebab memakai narkoba biasanya karena tawaran, bujukan, dan ancaman teman yang menyukai kebiasaan itu. Sekali menerima tawaran, lebih sulit menolak tawaran berikutnya. Apakah orang akan menjadi penyalahguna narkoba, bergantung dari berbagai faktor.

Keterampilan menolak tawaran narkoba memang penting. Akan tetapi, orang perlu memiliki sifat berikut ini agar dapat berkata tidak:

  • Kesadaran tentang bahaya narkoba.
  • Keterbukaan untuk membahasnya dengan orang yang mau menerima dan mendengarkanya.
  • Kemauan untuk belajar memenuhi kebutuhan mental/emosional, dan sosialnya tanpa narkoba.
  • Keterampilan menolak tawaran narkoba.
  • Mengambil keputusan yang bijaksana.

 

Hal itu diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan, terutama keluarga. Oleh karena itu, peran keluarga sangat penting.

 

  1. 2.       PENYALAHGUNAAN NARKOBA
  1. Narkoba

Merupakan singkatan dari NARkotika, psiKOtropika, dan BAhan adiktif lain adalah segolongan obat, bahan, atau zat yang jika masuk ke dalam tubuh dengan diminum, ditelan, dihisap, dihirup, dan disuntikkan akan berpengaruh terutama pada otak (susunan syaraf pusat). Narkoba menimbulkan ketergantungan (adiktif). Kesadaran, pikiran, perasaan, dan perilaku pemakainya berubah karena narkoba dianggap memberi rasa nyaman, rileks, gembira, mengakrabkan hubungan, dan menenangkan. Walaupun sementara dan semu, narkoba disalahgunakan.

 

  1. Narkoba yang Sering Disalahgunakan

Narkotika: (Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009)

  • Opioda: Candu, morpin, heroin/putau, petitin;
  • Ganja: Cimeng, canabis, marijuana, hasis;
  • Kokain: serbu dan pasta kokain, daun koka;
  • Psikostimulansia (meningkatkan kerja otak): amphetamin, ekstasi (MDMA), shabu (Metamphetamin);
  • Sedativa/hipnotika (obat penenang/tidur): MG, Pil BK, Pil Koplo, DUM, Lexo, Rohyp, dll;
  • Halusinogenika (menyebahkan khayal): LSD.

 

Bahan adiktif lain:

  • Alkohol pada minuman keras (Bir, Anggur, Hwisky, tuak);
  • Inhalansia/solpen: Aseton, tiner, lem;
  • Nikotin (pada tembakau);
  • Kafein (kopi, minuman penyegar, obat sakit kepala).

 

  1. Pola Pemakaian Narkoba
  • Coba-coba: ingin tahu/ingin coba;
  • Pemakaian sosial: sebagai sarana pergaulan.
  • Kadang-kadang: untuk menghilangkan stres.
  • Penyalahgunaan: pemakaian teratur yang menimbulkan gangguan kesehatan dan perubahan perilaku.
  • Ketergantungan: tidak dapat dikendalikan lagi pemakaiannya.

 

  1. Penyalahgunaan Narkoba

Penggunaan narkoba bukan untuk maksud pengobatan, dalam jumlah berlebih, secara teratur, dan berlangsung cukup lama sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan sosialnya.

 

  1. Ketergantungan Narkoba

Sekumpulan gejala penyakit, paling sedikit tiga gejala, ketika orang tidak dapat lagi mengendalikan pemakaian narkoba:

  • Keinginan kuat memakai narkoba berulang-kali ;
  • Sulit mengendalikan pemakaian narkoba, ketika ada usaha menghentikan atau mengurangi pemakaiannya;
  • Timbul gejala putus zat, jika pemakaian dihentikan/dikurangi;
  • Ada toleransi, jumlah narkoba yang diperlukan makin besar, agar diperoleh pengaruh yang sama;
  • mengabaikan aternatif kesenangan lain dan meningkatnya waktu yang digunakan untuk memperoleh narkoba;
  • terus memakai, walau menyadari akibat yang merugikan;
  • Menyangkal dan mengakui bermasalah dengan narkoba.

 

  1. 3.       MENGAPA REMAJA MEYALAHGUNAKAN NARKOBA
  2. a.        Budaya Mencari Kenikmatan Sesaat

Masyarakat cenderung mudah memakai obat untuk mengubah suasana hati. Oleh karena itu, pemakaian beberapa jenis narkoba diterima masyarakat, seperti nikotin (rokok), alkohol, dan kafein (pada kopi, minuman, penyegar, dan obat penghilang rasa sakit). Pesta dan akhir pekan dilalui orang dewasa dengan alkohol, ganja, ekstasi, dan shabu.

Remaja mempunyai pola serupa. Remaja menggunakan narkoba karena ingin tahu/mencoba, ingin bebas dari stres/jenuh/bosan, dan agar diterima lingkungan sosialnya.

 

  1. b.       Kepribadian Remaja

Remaja senang melakukan hal–hal yang mengundang risiko (ngebut dan mencoba narkoba). Masa ini adalah peralihan dari masa kanak ke dewasa, baik secara biologis, maupun psikologis. Ia memiliki kemampuan orang dewasa, tetapi belum memiliki kewenangan untuk menggunakan kemampuan itu. Ia harus belajar menunda keinginannya dan bersikap realistis. Remaja yang sulit menunda pemuasan keinginan seketika, lebih mudah memakai narkoba.

Ciri lain adalah pemberontakan, yaitu ketegangan wajar remaja dengan orangtua sebagai dinamika pengembangan kemandirian. Bergantung reaksi orangtua, anak dapat  melalui masalah itu tanpa kesulitan yang berarti dan menjadi mandiri. Akan tetapi, jika:

  • Ø Anak terlalu dikendalikan orangtua, ia tidak akan mandiri. Kedewasaannya terhambat. Ia tidak mampu menghargai dirinya sebagai individu yang mandiri. Ia menjadi pembangkang  atau pasif dan rawan terhadap tekanan kelompok;
  • Ø Sebaliknya, Jika anak terlalu dibiarkan orangtuanya, hidupnya menjadi tanpa kendali. Ia bertindak semaunya, melanggar norma dan nilai, dan hidup tanpa tanggung jawab. Ia mudah menjadi penyalahguna narkoba, jika stres atau ada masalah.

 

  1. c.         Tekanan Kelompok Sebaya

Semua orang pasti cemas jika ditolak lingkungannya. Ia berusaha mencari persetujuan kelompok dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai kelompok. Karena itu remaja sangat rawan menjadi penyalahguna narkoba.

Konflik remaja dengan orangtua adalah konflik loyalitas. Jika orangtua tidak mampu menjalin hubungan akrab dan memuaskan anak, ia akan berpaling pada kelompok sebayanya, sebagai model panutan baginya.

 

  1. d.       Keterasingan Remaja

Orang dewasa berperan menjembatani nilai-nilai generasi lama dengan generasi berikutnya. Remaja yang merasa tidak aman atau penilaian dirinya rendah, cenderung mencari persetujuan kelompok. Remaja yang terasing memiliki nilai yang sangat berbeda dengan nilai generasi lama. Mereka adalah remaja yang marah karena nilai-nilainya ditolak. Mereka merasa tertolak.

 

  1. e.        Rasa Tidak Aman dan Penilaian Diri Rendah

Penilaian diri adalah cara seseorang menilai dirinya, bisa  positif atau negatif. Penilaian diri positif dibangun karena keberhasilan mengatasi masalah atau tantangan. Kegagalan menyebabkan penilaian diri rendah atau negatif. Terus-menerus gagal dan frustasi menyebabkan kecewa dan putus asa. Orang dewasa (orangtua atau pembimbing) berperan penting. Melalui bimbingan, instruksi, dan bantuan, orang dewasa yang melibatkan diri dalam  kehidupan remaja mendukung terbentuknya penilaian diri.

Rasa aman berakar dari kasih sayang, perhatian, dan kemampuan orangtua memberikan kebutuhan mental emosional yang diperlukan anak. Anak yang merasa aman mampu menghadapi stres. Ia percaya diri. Rasa tidak aman adalah rasa cemas kronis, karena kurang kasih sayang dan perhatian. Ia selalu curiga dan sulit mempercayai orang lain. Ia pencemburu dan posesif  (ingin memiliki/menguasai).

 

  1. 4.       MENGAPA TIDAK CUKUP BERKATA “TIDAK” PADA NARKOBA?
    1. a.      Maraknya Penyalahgunaan Narkoba
  • Ø Maraknya penyalahguna narkoba di kota-kota besar bahkan desa-desa di Iindonesia sangat mencemaskan. Tidak ada kabupaten, kecamatan, atau kelurahan bebas pengguna/peredaran gelap narkoba.
  • Ø Bagaimana pembentukan jati diri bangsa dan transisi kepemimpinan, jika satu generasi terancam hilang dan merosot mutunya? Pencegahan akan berhasil jika terapi dan rehabilitasi, serta penegakan hukum juga berlangsung komprehensif dan konsisten. Masalah ini adalah tanggung jawab seluruh komponen bangsa yang harus dipikul bersama.

 

  1. b.     Rokok, Alkohol, dan Narkoba Lain
  • Ø Meskipun tidak dilarang undang-undang, rokok dan alkohol adalah pintu masuk pada pemakaian narkoba yang bersifat ilegal. Jadi, jika hendak mencegah penyalahgunaan narkoba ilegal, seperti heroin, ganja, pil penenang, ekstasi, dan shabu, harus juga dilakukan pencegahan atau pengurangan rokok dan minuman beralkohol. Alkohol dan rokok yang mengandung nikotin dan banyak lagi zat lain sangat berbahaya bagi kesehatan dan menimbulkan ketergantungan.

 

  1. c.       Kompleksitas Masalah Narkoba
  • Larangan agar orang tidak memakai narkoba tidak menjamin lingkungan bebas narkoba. Apalagi jika tidak diikuti pencegahan dan penanggulangannya, serta pemberantasan peredaran gelap secara komprehensif, efektif, dan konsisten, terutama di tingkat lokal.
  • Iklan berbagai jenis obat mendorong orang mudah mengonsumsi obat. Masyarakat terbiasa dengan budaya instan, yang menuntut pemuasan keinginan seketika, dan budaya mencari kenikmatan (hedonistik) dengan menghindari rasa sakit, penderitaan, dan kesulitan, tanpa perlu bersusah payah.
  • Masalah narkoba juga berkaitan dengan tingginya korupsi, ketidakstabilan sosial-politik-ekonomi, tingginya pengangguran, rendahnya mutu pendidikan dan kualitas sumber daya manusia, rendahnya etos kerja, dan lemahnya penegakan hukum.

 

  1. d.     Remaja dan Penyalahgunaan Narkoba
  • Remaja lebih rawan terhadap penggunaan narkoba daripada orang dewasa. Mereka belum mampu mengendalikan diri dan menetapkan batas-batas. Sekali remaja memutuskan memakai narkoba, sulit baginya menghentikan pemakaian selanjutnya.
  • Narkoba sangat berbahaya bagi kesehatan dan mengganggu fungsi vital organ tubuh lain, selain otak/susunan syaraf pusat. Penyakit HIV/AIDS dan hepatitis B/C yang sulit disembuhkan adalah akibat pemakaian narkoba suntikan bergantian.
  • Narkoba mempengaruhi suasana hati dan mengganggu pemusatan perhatian, fungsi pikiran, dan daya ingat. Hal itu memengaruhi proses belajar dan prestasinya di sekolah. Daya pikir dan kemauannya menjadi lemah. Ia lebih dikendalikan oleh hawa nafsu daripada akal sehatnya. Perkembangan remaja terganggu dan masa depannya rusak. Kehidupan keluarga kacau dan masyarakat juga dirugikan. Kriminalitas dan kekerasan  meningkat.
  • Narkoba menyebabkan anak/remaja lari dari kenyataan dan tidak mampu mengembangkan jati dirinya agar dewasa. Dewasa artinya mampu hidup bertanggung jawab.
  • Remaja yang menyalahgunakan narkoba sering menyangkal. Menyangkal artinya berbohong, tidak mengakui, mengecilkan masalah, menyembunyikan suplai, dan penyimpanan narkoba muncul dimuka umum seolah-olah tidak bermasalah atau normal.

 

Mereka cenderung menyalahkan orang lain untuk persoalan mereka, mengasihani diri sendiri, dan mencoba mengendalikan atau memanipulasi orang lain. Mereka beralasan agar tetap memakai narkoba, menarik diri dari orang-orang yang mengasihi dan mempedulikannya, serta hidup tanpa tanggung jawab.

 

e.    Tidak Cukup Berkata “Tidak”

  • Tidak cukup slogan berkata tidak pada narkoba. Informasi satu arah tentang bahaya narkoba tidak menjadikan remaja berpikir positif tentang dirinya dan lingkungannya. Hal itu bahkan menambah rasa cemas dan rasa tidak aman sehingga menghambat keputusan yang tepat.
  • Remaja memerlukan keteladanan. Mereka butuh rasa aman dan nyaman tentang dirinya. Mereka perlu tahu cara hidup gembira dan menyelesaikan berbagai masalah tanpa narkoba.
  • Remaja perlu serangkaian pengalaman yang membantunya mengembangkan sikap positif dan keterampilan mengelola kehidupan emosi dan perilakunya sehari-hari.
  • Mereka butuh dukungan sosial psikologis. Mereka butuh lingkungan yang sehat dan produktif agar dapat mengembangkan jati dirinya dan tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai keadaan di luar dirinya.
  • Remaja perlu standar yang jelas tentang apa yang baik dan buruk, apa yang benar dan salah. Mereka perlu memeroleh kesempatan untuk berpikir dan mengemukakan pendapat. Mereka perlu belajar mengambil keputusan yang bijaksana tentang dirinya dan kesehatannya.

 

5. AGAR DAPAT BERKATA “TIDAK” PADA NARKOBA

Agar dapat berkata “tidak” pada narkoba, orang perlu memiliki sejumlah sikap dan keterampilan.

 

 


  1. a.        Penilaian Diri Positif 

Merupakan dasar yang kuat agar kepribadiannya dapat berkembang, sehingga mampu menolak tawaran narkoba, karena mereka:

  • Menghargai tubuhnya dan tidak mau merusaknya dengan melibatkan diri pada pengguna narkoba;
  • Menghargai dirinya dan tidak mau terlibat kegiatan yang dapat mengganggu pencapaian cita-citanya;
  • Percaya diri dan menghadapi tantangan kehidupan, tanpa perlu memakai narkoba supaya merasa aman;
  • Tahu kekuatannya dan termotivasi untuk bekerja keras mencapai cita-citanya, dan mengurangi risiko kegagalan;
  • Merasa dikasihi dan tidak tertekan ketika menghadapi tawaran pemakaian narkoba oleh kelompok sebayanya;
  • Tahu dan menghargai perasaan dan nilai-nilai hidupnya. Mereka berusaha memenuhi kebutuhan mental-emosionalnya, seperti rasa aman, perasaan diterima, dan dihargai, tanpa perlu menggunakan narkoba.

 

  1. b.       Berpikir Jernih

Berpikir jernih adalah komponen inti, agar orang tidak menyalahgunakan narkoba karena mereka:

  • Mengkaji pengalaman dan belajar cara mengatasi persoalan, sehingga memiliki penilaian diri yang positif;
  • Mampu merumuskan nilai-nilai dan pendapatnya, termasuk penyalahgunaan narkoba, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dan bijaksana;
  • Dapat berpikir tentang kebaikan, keburukan, keuntungan, dan risiko  dari setiap perbuatan, dan mengambil keputusan bijaksana;
  • Tidak merasa perlu bergantung pada narkoba agar merasa nyaman dan menghindar dari persoalan;
  • Memiliki penilaian yang baik ketika memilih teman-teman yang tidak berpengaruh buruk;

 

  • Dapat berpikir mengenai risiko jangka pendek dan jangka panjang pemakaian narkoba.

 

  1. c.         Menyelesaikan Masalah

Orang yang terampil menyelesaikan masalah tidak mudah menyalahgunakan narkoba, karena mereka:

  • Dapat mengenali dan menyelesaikan masalah yang menyebabkan stres;
  • Dapat merencanakan hal-hal yang baik bagi dirinya, menciptakan situasi positif, dan menghindari hal-hal negatif;
  • Menyelesaikan masalah dengan sistematis, tidak secara impulsif (tanpa pikir panjang) dan menyerempet bahaya;
  • Jarang mengambil keputusan, keliru tentang penggunaan narkoba/perilaku lain;
  • Dapat mencari jalan keluar yang positif terhadap stres, rasa marah, atau kesedihan;
  • Tidak memerlukan narkoba untuk menghindari rasa  sakit, kesulitan, stres, atau masalah.

 

  1. d.       Membina Hubungan Antarsesama

Orang dengan sikap dan nilai-nilai positif terhadap sesamanya, mencegah penyalahgunaan narkoba karena mereka:

  • Menghargai sesamanya dan berlaku hormat;
  • Membina dan mempertahankan hubungan baik dengan sesamanya, sehingga merasa aman dan nyaman, tanpa perlu memakai narkoba;
  • Tidak memilih teman yang berpengaruh negatif karena kesepian  dan ingin diterima;
  • Memiliki jiwa bebas, tidak ikut-ikutan, dan percaya diri untuk menolak tekanan kelompok;
  • Mampu mengomunikasikan perasaannya dan dapat menghargai perbedaan pendapat;
  • Mampu menyelesaikan masalah hubungan dengan teman atau anggota keluarga, dan tidak merasa perlu menggunakan narkoba.

 

  1. e.        Berkata “Tidak” Pada Narkoba
  • Berkata “Tidak”  dan ucapkan terima kasih;
  • Berkata “Tidak” dan beri alasan yang jelas;
  • Tetap berkata “Tidak”, walau dibujuk berkali-kali;
  • Alihkan pembicaraan;
  • Hindari tempat rawan pemakaian/peredaran narkoba;
  • Perkuat jumlah kelompok antinarkoba.

 

  1. 5.            PERAN ORANGTUA
  2. a.      Mendengar Aktif

Mendengar aktif adalah mendengar, memerhatikan dengan penuh minat, dan berusaha memahami, tanpa menghakimi atau menilai. Hal itu menunjukkan kasih sayang dan perhatian orangtua.

  • Jangan menuduh, merasa benar sendiri, banyak memberi nasihat, mencela, mengkritik, dan menganggap enteng persoalan anak.
  • Hargai anak, dengarkan keluhannya, dan ulangi pernyataannya. Beri dorongan nonverbal (mengangguk, tersenyum, memeluk, dsb) untuk menunjukkan perhatian Anda kepadanya.

 

  1. b.     Tingkatkan Rasa Percaya Diri Anak
  • Beri pujian dan dorongan untuk hal-hal kecil yang dilakukan anak. Bantu anak mencapai tujuannya secara realistik. Jangan berkhayal.
  • Jika mengoreksi anak, yang dikoreksi adalah perbuatannya, bukan pribadinya. Beri anak tanggung jawab kecil untuk membangun percaya dirinya.
  • Jangan bandingkan anak yang satu dengan yang lain. Perlihatkan kepada anak bahwa ia dikasihi dengan sikap, tindakan, dan kata-kata, secara tulus dan tanpa dibuat-buat.
  • Tidak melakukan kekerasan, baik fisik atau dengan kata-kata (mencaci maki, menghina, dan mengumpat).

 

 

  1. c.       Kembangkan Nilai-Nilai Positif pada Anak
  • Sejak dini ajarkan anak membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah. Dorong anak berani melakukan sesuatu berdasarkan hati nuraninya.
  • Jangan munafik. Bersikap jujur, rendah hati, bersedia dikoreksi, mau akui kesalahan, minta maaf, dan perbaiki diri.

 

  1. d.     Atasi Masalah dalam Keluarga
  • Jangan biarkan konflik dalam keluarga berlarut-larut. Selesaikan dengan bantuan ahli atau orang yang dapat dipercayai.
  • Ciptakan suasana damai di rumah. Jangan bertengkar di depan anak. Jangan berdebat. Bersepakat dalam cara mendidik anak.

 

  1. e.      Pelajari Fakta dan Gejala Penyalahgunaan Narkoba
  • Pelajari fakta tentang penyalahgunaan narkoba, jenis-jenis, dan pengaruhnya pada tubuh, gejala dini, serta cara merujuk.
  • Catat nama/alamat pusat konsultasi atau terapi. Ikuti seminar, lokakarya, dan diskusi. Berpartisipasi aktif dalam gerakan peduli antinarkoba dan antikekerasan.
  • Kunjungi pusat terapi/rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Dengarkan kisah mereka yang pernah menjadi pecandu. Ambillah hikmahnya.

 

  1. f.       Jadilah Teladan
  • Anak meniru apa yang dilakukan orangtua. Orangtua pemakai narkoba adalah salah satu sebab  anak juga memakainya. Tidak mungkin melarang anak tidak merokok atau minum, jika mereka sendiri melakukannya. Karena itu berhentilah merokok, minum alkohol, atau memakai narkoba. Singkirkan asbak, rokok, dan botol minuman beralkohol di rumah.

 

  • Anak melihat cara orangtua menghadapi masalah, mengendalikan rasa marah, dan mengatasi stres. Berlatihlah cara mengelola emosi secara efektif. Perlihatkan kemampuan berkata “tidak” terhadap hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani.
  • Peka dengan kebutuhan orang lain. Jadilah rendah hati, saling menolong, dan melayani.
  • Ajarkan soal benar-salah dan baik-jahat. Mulailah dari diri sendiri, dengan hidup berdasarkan tuntutan moral dan hati nurani.
  • Perbaiki hubungan dalam keluaga (suami-istri  dan orangtua anak-anak) sebagai ikatan yang berlandaskan kasih setia  dan menghormati pihak lain.

 

  1. g.      Bantu Anak Agar Mampu Tolak Tawaran Narkoba
  • Beritahu anak haknya melakukan sesuatu yang cocok baginya. Bimbing anak mencari kawan sejati.
  • Beritahu bahaya narkoba dengan nalar sehat, tanpa menakut-nakuti anak. Ajarkan anak cara menolak tawaran narkoba atau apapun dari orang yang tidak dikenal.

 

  1. h.     Dukung Kegiatan Anak yang Sehat dan Kreatif
  • Ø Dukung kegiatan anak di sekolah, berolahraga, menyalurkan hobi, bermain musik, dan sebagainya tanpa terlalu menuntut prestasi. Libatkan diri dalam kegiatan anak, tanpa perlu banyak campur tangan dalam keputusan yang diambil anak.

 

  1. i.        Buat Kesepakatan Tentang  Norma atau Peraturan
  • Ø Anak menginginkan kehidupan teratur. Ia belajar bertanggung jawab jika ditetapkan aturan bagi perilaku dan kegiatannya. Contoh: tidak merokok.
  • Ø Tetapkan peraturan itu bersama anak dan tuliskan. Tetapkan sanksinya jika melanggar. Orangtua juga memiliki kewajiban agar peraturan itu dapat terlaksana. Berlakulah adil dan bijak.

 

  1. j.        Jika Anak Diduga Menyalahgunakan Narkoba
  • Usahakan tenang. Ajak dialog, kendalikan emosi, marah, atau tersinggung. Rasa bersalah dan menyalahkannya tidak ada gunanya. Hadapi kenyataan.
  • Kemukakan fakta yang Anda ketahui. Jangan saat ia masih dalam pengaruh narkoba. Dengarkan anak. Jika ia mengakui, hargailah. Mintalah pertolongan ahli (konselor, dokter, atau orang yang terlatih).
  • Teliti hubungan Anda dengan anak. Lewatkan waktu lebih lama bersamanya. Berusaha lebih peka dengan masalahnya, betapapun ia menjengkelkan.
  • Jka anak harus dirawat , jangan malu. Pecandu harus ditolong bukan dihukum. Lakukan segera. Hubungi pusat terapi dan rehabilitasi yang menyediakan layanan komprehensif.
  • Keluarga juga harus dipulihkan. Kebiasaan lama dan pola pengasuhan lama dalam keluarga harus diubah, bukan saja untuk membantu mendorong pecandu pulih, tetapi juga mencegah korban baru. Bergabunglah dalam kumpulan orangtua yang anaknya pecandu.
  • Orangtua harus tegas dan tidak memberi peluang anak memakai narkoba lagi. Jangan memberi uang melampaui keperluan uangnya hari itu. Uang adalah salah satu penyebab relapse atau kambuh.

 

 

 

 

 

———Disunting langsung dari buku berjudul “Tidak Cukup Berkata “Tidak” pada Narkoba” terbitan Balai Pustaka.

 

 

HOPES

HOPES, Sketsa Remaja Bebas Narkoba
Media Indonesia, 18 Oktober 2008

Penulis : Veronica Colondam, MSc dalam bidang Drugs/Alcohol: Policy and Intervention dari Imperial College

Dalam sebuah kesempatan, terjadilah pembicaraan tentang makna sketsa. Jika banyak orang beranggapan sketsa tidak penting, dalam dialog tersebut menyimpulkan bahwa sketsa justru sangat penting. Dikatakan bahwa coret-coretan dalam sketsa sesungguhnya mewakili hal-hal yang paling esensial dari objek yang digambar. Hanya dari guratan sketsa ini orang bisa menarik kesimpulan tentang siapa atau apa yang digambar itu.

Dialog ini lalu membawa saya pada pertanyaan adakah hal-hal esensial (seperti yang diwakili oleh guratan sketsa) yang perlu dimiliki remaja dalam menghadapi tantangan zaman sekarang ini?

Ketika saya memperhatikan bagaimana anak-anak saya belajar, saya cukup terperangah dengan perbedaan drastis yang ada ketimbang ketika saya belajar dulu. Dengan kemajuan teknologi dalam dua puluh tahun terakhir, remaja kita sekarang sangat fasih dengan teknologi serta berbagai aplikasi canggih lainnya.

Bahkan sangat sulit membedakan ketika mereka chatting untuk sekadar merumpi atau chatting berdiskusi sambil tukar-menukar file laporan atau PR antarteman. Belum lagi semuanya ini dapat dilakukan bersama dengan riset online. Saya pun merasa sulit untuk memonitor apa yang terjadi sesungguhnya ketika mereka berjam-jam berada di depan layar komputer. Untung saja, di rumah kami ada peraturan tidak tertulis yang tidak menoleransi sama sekali adanya komputer atau TV pribadi di kamar anak. Ini juga salah satu cara yang saya rasa ampuh untuk memonitor anak dari pengaruh media yang ada.

Memang, zaman sudah benar-benar berubah. Saya rasa anak-anak kita tidak dapat membayangkan dunia tanpa teknologi online atau telepon genggam. Tentunya, di era globalisasi ini, remaja kita menghadapi jauh lebih banyak tantangan dan godaan. Harus diakui bahwa era ini juga membuka pintu pengetahuan tanpa batas sekaligus penjajaan hal-hal negatif seperti pornografi yang dengan mudah diakses gratis.

Bahkan, menurut catatan kantor PBB UNODC (United Nations Office of Drugs and Crimes), perdagangan narkoba online mulai meningkat tajam di beberapa tahun terakhir ini. Mulai dari kemudahan untuk membeli secara online bahan-bahan precursorsampai resep untuk membuat pil atau ramuan psikotropika di dapur rumah tersedia dengan lengkap. Betapa mengerikan era globalisasi ini!

Lagi-lagi pikiran tentang sketsa muncul di kepala. Guratan apa yang harus dibuat? Di zaman seperti ini, bagaimana kita dapat membesarkan remaja yang ‘tahan banting’? Sebagai ibu bagi dua anak remaja, saya berpikir kita perlu menyamakan persepsi kita sebagai orang tua dan persepsi remaja kita tentang apa arti ‘tahan banting’ itu.

Mungkin banyak orang beranggapan bahwa remaja tahan banting adalah remaja yang tetap kuat meski berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Namun bagi saya (yang mungkin mewakili suara para orang tua), remaja tahan banting adalah remaja yang memiliki kemampuan menghadapi semua ups (dari adanya akses bebas ke situs online dewasa yang menggoda, tawaran menggiurkan dari nikmatnya pergaulan, dll) dan downs(masalah, stres, pergolakan hormon, dll) yang datang silih berganti di kehidupan sehari-hari.

Remaja sendiri mungkin berpendapat lain. Pendapat mereka bisa jadi lebih mengarah pada satu kutub. Mungkin mereka lebih menitikberatkan pada bagian downs-nya. Yakni, kemampuan untuk ‘survival’. Ini termasuk kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh arus-arus negatif tapi populer di sekolah atau kemampuan untuk mengatasi bullying atau bertahan ketika dikerjain teman sebaya.

Sering kali mereka lupa bahwa hal-hal yang didapat dengan mudah melalui internet pun dapat menjatuhkan mereka. Ini mungkin merupakan bagian dari ketahanan yang belum mereka mengerti. Kondisi ups membuat remaja sering lupa bahwa peluang untuk ‘jatuh’ akan lebih besar saat mereka berada di atas angin (populer di mata teman, juara kelas, dll), namun sering tidak terpikirkan. Mana mungkin ‘jatuh’ ketika ada di atas?

Pada kenyataannya, banyak orang jatuh justru ketika mereka meraih apa yang mereka anggap sebuah ‘sukses’. Di saat inilah manusia biasanya lengah. Dan, tidak sadar ketika godaan datang. Apalagi ketika merasa telah mencapai sebuah kesuksesan itu dan ternyata tidak mendatangkan sebuah pemenuhan rasa tertentu, bahkan terkadang rasa kurang puas atau ‘kok segini aja’ yang datang menghantui. Di sinilah dibutuhkan ketahanan yang lebih tinggi untuk selamat dari sebuah kesuksesan.

Remaja berisiko, remaja yang ‘COBA’ 
Namun sebelum bicara tentang bagaimana mengembangkan ketahanan remaja, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang bisa menjatuhkan remaja, khususnya dalam hal narkoba. Sejumlah faktor yang menyebabkan remaja jatuh ke dalam narkoba dapat disingkat menjadi COBA. COBA terdiri dari unsur   (rasa ingin tahu), opportunity(kesempatan), biological (kondisi biologis); availability (ketersediaan).

Godaan biasanya menjadi lebih kompleks ketika terjadinya bersamaan dengan letupan-letupan hormonal yang terjadi dalam diri remaja. Tingginya keingintahuan (curiosity) akan hal-hal seperti seks, miras, dan tentunya narkoba membuat remaja berada pada kelompok berisiko jika tidak diimbangi dengan informasi dan iman yang cukup.

Letupan-letupan hormonal dan keinginan untuk memiliki kemerdekaan berkehendak biasanya membangkitkan niat atau ide-ide tertentu. Niat memang bersifat inheren (berasal dari dalam diri), namun faktor inheren ini tidak memiliki arti apa-apa jika didukung oleh faktor-faktor lainnya, seperti kesempatan, keturunan, dan ketersediaan bahkan kemudahan lain yang tersedia di dunia internet.

Faktor COBA ini akan bertambah dahsyat ketika remaja berharap akan imbalan sosial atau penghargaan tertentu yang dapat mengantar mereka ke sebuah jenjang identitas tertentu; sebuah jenjang yang ditandai dengan adanya kebebasan berkehendak dan penerimaan dari kelompok sebaya idaman hati.

Di samping kedua faktor COBA ini, ada pula sebagian remaja yang justru menggunakan alasan masa puber sebagai masa ‘ideal untuk jatuh’. Sebuah toleransi terhadap diri sendiri, seakan menghibur diri ketika lengah dan jatuh di masa sulit ini. Jatuh ke dalam eksperimentasi narkoba menjadi salah satu bahaya yang mengintai.

Pribadi bebas narkoba 
Menjadi remaja yang tahan godaan, tahan banting, memang sebuah perjuangan. Dari menyelamatkan diri dari berbagai godaan sampai menepis narkoba bukan hal yang mudah. Sebuah penelitian menemukan lebih dari 70% remaja di Jakarta pernah ditawari narkoba. Bagaimana kita sebagai orang tua dapat mengenali remaja kita? Remaja seperti apa sebenarnya yang tahan banting?

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan Yayasan Cinta Anak Bangsa, diketahui bahwa remaja yang tahan banting adalah remaja yang memiliki ‘HOPES’. HOPES merupakan singkatan dari kepatuhan Hukum, arahan Orang tua, Persepsi kesehatan, kematangan Emosional dan Spiritual.

Kelima hal itu ditemukan melalui sebuah studi faktor protektif yang melibatkan lebih dari sebelas ribu remaja SMP dan SMA di Jakarta. Dengan asumsi bahwa ada sekitar 8%-12% remaja di Jakarta yang pernah menggunakan narkoba, studi ini mempunyai misi yang lain. Misinya adalah menanyakan kepada remaja yang belum pernah menggunakan narkoba mengapa mereka tidak tertarik untuk mencoba-coba narkoba seperti sebagian temannya yang lain.

Empat jawaban tertinggi pada pertanyaan ‘mengapa kamu tidak tergoda narkoba’ adalah faktor spiritual, kesadaran kesehatan, pengaruh orang tua, dan hukum. Namun, untuk mempermudah mengingat faktor-faktor tersebut yang saya singkat menjadi kata HOPES ini, jika dilihat dari urutan faktor terpenting harus dilihat terbalik. Faktor paling belakang (Spiritual) ternyata adalah faktor terpenting.

Kesadaran hukum 
Adanya hukum serta penegakannya yang jelas dapat menimbulkan deteren efek pada masyarakat. Hal ini diakui beberapa responden remaja pada penelitian di atas.

Salah satu hal yang menyebabkan remaja tidak berani bermain dengan narkoba adalah takut ditangkap polisi dan dihukum keras jika tertangkap tangan. Walau seakan-akan di sisi lain ada remaja yang mengambil risiko untuk menggunakan narkoba dan yakin tidak akan tertangkap, ternyata kejelasan hukum dan penegakannya jelas telah memberi efek takut pada remaja kita.

Bahkan, lebih jauh, berdasarkan sebuah deklarasi yang dicanangkan beberapa bulan lalu oleh remaja se-Asia Pasifik di Bali, remaja setuju dengan sebuah kebijakan pemerintah yang memihak pada mayoritas. Kebijakan yang menolak segala penyalahgunaan narkoba dan semua terapi penyembuhan yang menggunakan cara-cara pengurangan dampak buruk seperti terapi substitusi metadon dan pembagian jarum suntik. Menurut mereka, rehabilitasi perlu diusahakan ke arah abstinensi dan bukan sekadar mengurangi dosis.

Arahan orang tua 
Responden mengakui bahwa peran nasihat dan batasan yang pernah mereka dapatkan dari orang tua mereka sangat bermanfaat ketika berhadapan dengan situasi yang mengharuskan mereka memilih.

Seorang ahli ilmu keluarga dari Universitas Minnesota, Dr Allen di tahun 2002 menyatakan bahwa membuat batasan dalam hidup anak itu sama seperti membangun pagar di sepanjang jembatan. Pagar ini adalah pagar kasih yang melindungi anak dari bahaya fisik dan psikologis di kehidupan sehari- hari. Ellen Galinsky dari Ohio State University menambahkan bahwa ‘pagar’ ini justru membuat anak merasa lebih aman dan dicinta.

Berbagai penelitian mengonfirmasi bahwa keterlibatan aktif orang tua dalam hidup anak dapat mengurangi risiko anak terkena narkoba. Penelitian yang dilakukan oleh NIDA (National Institute of Drug Abuse, Amerika) di tahun 2002 menemukan bahwa orang tua yang berkomitmen untuk makan bersama anak setidaknya 4-5 kali seminggu akan menurunkan risiko anak terkena narkoba hingga 50%.

Persepsi kesehatan 
Persepsi di sini bicara tentang dua hal. Pertama, persepsi remaja terhadap pengaruh narkoba pada kesehatan mereka. Kedua, persepsi remaja tentang pentingnya mengadopsi gaya hidup positif.

Peran kedua persepsi terhadap pilihan-pilihan yang diambil remaja dalam hidupnya sangat besar. Persepsi yang melandasi munculnya niat atau motif untuk turut atau tidaknya ke dalam perilaku berisiko seperti narkoba dan seks bebas, misalnya. Eksposure yang memadai atas hal ini akan menumbuhkan persepsi tentang pentingnya kesehatan dan gaya hidup positif.

Ada pertanyaan sederhana yang dapat kita tanyakan kepada remaja kita untuk mengecek persepsi mereka tentang narkoba. Tanyakan kepada mereka mana yang benar, narkoba berbahaya karena ilegal atau narkoba ilegal karena berbahaya?

Kematangan emosi 
Remaja dianggap sebagai masa topan-badai sehubungan banyaknya perubahan yang terjadi pada dirinya (fisik dan emosional). Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang mampu mengendalikan dirinya (tidak mengikuti dorongan yang meletup-letup) ternyata lebih bisa terhindar dari masalah narkoba.

Kematangan emosi juga terkait dengan bagaimana mereka mengatasi persoalan yang muncul. Mereka yang mampu menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin ternyata lebih terhindar dari bahaya narkoba.

Membiasakan remaja untuk mampu mengambil keputusan secara rasional dan mandiri merupakan salah satu cara yang sangat disarankan untuk para orang tua.

Spiritual 
Hal yang paling menarik yang ditemukan pada penelitian ini adalah jawaban responden terhadap apa yang membuat mereka tidak mau bereksperimen dengan narkoba. Mulai dari ‘takut masuk neraka’ atau ‘takut Tuhan marah’ sampai ke keyakinan remaja bahwa ‘narkoba itu kan dosa’.

Dasar iman pada diri remaja adalah salah satu faktor protektif terandal. Iman diyakini remaja dapat membawa mereka kepada keluhuran budi dan moralitas. Remaja mengakui kesetiaan mereka terhadap iman yang mereka pilih membawa sejahtera dan damai di hati. Ini adalah hal pribadi yang tidak dapat dipungkiri. Memang, kebenaran yang didasari iman itu akan tertanam dalam hati kita dan kelak menjadi lentera yang menerangi jalan ketika kita menghadapi tantangan dan pilihan dalam hidup.

Tingkat spiritual ini tentunya menjadi kompas bagi remaja untuk membuat pilihan-pilihan bijaksana mulai dari dunia online sampai kepada pilihan mengenai narkoba.

Selama ada HOPES, ada harapan 
HOPES tentunya berarti pengharapan. Saya rasa kita memiliki harapan luar biasa ketika kita memberikan kepercayaan kepada remaja. Kepercayaan yang berlandaskan kasih dan pengetahuan yang benar yang membekali mereka di saat-saat sulit.

Sebagian besar remaja tahu membedakan yang baik dan buruk karena mereka memiliki faktor protektif alami dalam diri mereka. Selama mereka tidak mengeraskan hati dan memungkiri kebenaran yang tertulis di hati mereka, harapan untuk Indonesia bebas narkoba masih ada.

Artikel ini merupakan artikel terakhir dalam serial antinarkoba yang dicanangkan oleh harian Media Indonesia sejak Oktober 2007. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa perjuangan untuk Indonesia bebas narkoba berhenti sampai di sini.

Dalam menulis artikel ini saya pun teringat kembali artikel pertama yang ditulis dalam serial ini yaitu ‘Generasi Tanpa Tujuan: Mau Beranjak ke Mana Kita?’ Begitu banyak fakta dan tantangan yang terungkap dalam tulisan tersebut dan juga tulisan-tulisan selanjutnya. Lalu saya juga teringat dengan obrolan tentang sketsa tadi.

Dan, bisa jadi bahwa sketsa yang harus kita goreskan tentang remaja masa depan yang tahan banting adalah sketsa remaja dengan guratan-guratan HOPES, sehingga masih ada asa untuk masa depan yang lebih baik.

Mari membuat sketsa untuk kebaikan kita semua.

 

Selamat Datang di Blog Yayasan Maha Kasih

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Narkoba Dan HIV/AIDS Di Kabupaten Kuningan

HIV/AIDS sudah merasuk ke semua lini masyarakat Kuningan. ada Balita umur 2 tahun, pelajar SMP, pelajar SMA, Mahasiswa, Ibu Rumah Tangga, PNS,Waria, Laki Suka Laki (Homoseks), Remaja Usia Produktif, WPS (Wanita Penjaja Seks), Penasun.12 ODHA dari 95 ODHA telah meninggal dunia dan ada anak – anak yang menjadi yatim karena orang tuanya meninggal akibat HIV/AIDS.

Sampai saat ini belum ada tanda-tanda serius dari pemerintah Kab.Kuningan untuk meningkatkan penanganan HIV/AIDS apalagi tidak ada dana dari APBD Kab.Kuningan pada tahun 2008 untuk penanganan HIV/AIDS. Maka bisa ditebak oleh sdr/sdri Kuningan akan menjadi ladang subur penyebaran HIV/AIDS..karena akan muncul ODHA-ODHA baru…sehubungan tidak adanya penanganan yang serius dari Pemerintah. Apakah hal ini akan didiamkan..dan sampai kapan…entahlah. Apakah anda bagian dari orang – orang yang peduli..semoga. Amien